Ada Kiai Di Kereta

Saya bingung harus memulai cerita dari mana, karena saya sendiri masih belum lihai dalam merangkai sebuah kalimat untuk menjadi paragraf yang menarik, ya itung - itung belajar menulis meskipun mungkin tidak ada darah penulis yang mengalir dari nenek moyangku...hehehehe..
 Pengalaman itu saya alami ketika menempuh perjalanan Banyuwangi - Jember menaiki kereta api. Seperti penumpang lainya, setiap menaiki kereta tersebut saya harus rela berdesak - desakan dan bahkan harus bersabar demi mendapat tempat duduk. Apalagi harus ikhlas menghirup bau keringat yang tak sedap dari para penumpang yang lain . Haaah rasanya makin mual saja perut ini. Dan yang paling bikin gregetan saat para pedagan asongan yang mondar - mandir menjajakan barang bawaanya. Tak jarang, kaki terinjak ketika mereka lewat.Ya maklum lah namanya juga kereta ekonomi. meskipun jalannya lambat yang penting murah dan bisa sampai di tempat tujuan.
Mungkin itu yang mereka pikirkan, sama sepertiku. hehehehe.
Baru sampai beberapa stasiun keretanya uda penuh oleh penumpang. Sehingga mereka yang nunggu mulai pagi di staisun harus menerima kekecewaan karena tidak dapat masuk menaiki kereta.
Untung saya sudah masuk....Alhamdulilah.
Dan saya pun sudah mendapatkan tempat duduk.
Upps kok nggak nyambung sama judulnya. Tenang abis ini aku lanjutkan.
Masih dalam kondisi desak - desakan, terdengar sedikit keributan dari arah depan. Salah satu penumpang ribut mempermasalahkan tempat duduk, bagi saya hal itu biasa karena semua penumpang ingin mendapatkan tempat duduk.
Setelah berjalan beberapa menit, keributan tak kunjung usai. sehingga saya pun tertarik untuk menengok apa yang sedang terjadi. Terlihat dua orang lelaki yang memakai songkok sedang menjelaskan dan memohon kepada penumpang yang sedang duduk, untuk bisa berbagi tempat.
Penumpang yang sedang duduk tetap ngotot tidak akan membagi sedikit tempat duduknya untuk lelaki tersebut.
Lelaki bersongkok berkata " Pak kita kan sama - sama membeli tiket, jadi saya mohon untuk berbagi tempat duduk, anak bapak yang duduk disebelah bapak mungkin bisa duduk dipangkuan bapak.
" Ya enggak bisa pak, anak saya juga beli tiket. Jangan dikira gratis, jadi siapa yang cepat dia yang dapat" Jawab lelaki yang sedang duduk dengan agak sedikit emosi.
Wuiih kayak kuis aja " Pikirku.
Mendengar jawaban tersebut, Lelaki bersongkok pun memilih diam dari pada harus bersitegang di tengah - tengah penumpang yang padat.
Meskipun demikian, lelaki bersongkok tidak bisa menyembunyikan raut kekecawaanya. Lelaki yang duduk asyik dengan posisinya. Mungkin dia merasa sudah menang karena mendapat tempat duduk lebih awal dan berhasil membuat lelaki bersongkok diam tak bersuara.
Seiring berjalanya waktu, kereta pun berjalan jauh dari stasiun awal.
Beda yang duduk Beda juga yang berdiri. perjalanan satu jam terasa tidak begitu lama bagi mereka yang mendapatkan tempat duduk, tapi beda lagi yang bagi penumpang yang berdiri.
Tak lama kemudian datang seseorang lelaki yang berjalan kearah lelaki bersongkok, dengan wajah yang berseri lelaki itu pun segera bersalaman dengan lelaki bersongkok. Dengan mimik muka yang senang dan nada suara yang halus lelaki itu mulai membuka percakapan
" Pak Yai mau kemana ?
Mendengar percakapan tersebut lelaki yang tadi bersitegang dengan lelaki bersongkok langsung kaget dan merasa sedikit malu. mukanya sedikit merah dan menjadi salah tingkah.
Hemm...pelajaran yang sangat berharga bagiku. setidaknya rasa kesopanan pun harus tetap dijaga kepada siapa pun, meskipun kita tidak mengenal sebelumnya orang tersebut.
Dengan muka yang sedikit malu akhirnya lelaki tersebut mempersilahkan kepada lelaki yang bersongkok untuk duduk di sebelahnya. sedikit basa basi dia meminta maaf dan akan segera turun di stasiun terdekat.

0 komentar:

Jawaban Sang Ustad

Rasa tidak tenang kian memuncak, sebelum saya mengetahui apakah saya memang benar atau salah. akhirnya aku putuskan pada suatu malam untuk menanyakan pada sang ustad. Dia begitu dekat denganku, sangking dekatnya aku hanya memanggil dia dengan julukan "Cak / Kakak " jadi aku tidak begitu sungkan untuk menceritakan semua apa yang sebenarnya aku alami, yang secara langsung telah membuat hari hari ku tidak tenang.
Rumah sang ustad tidak begitu jauh dari tempat tinggalku, hanya berjalan kaki beberapa menit tibalah aku dirumah beliau. Aku juga tidak begitu asing dengan tempat tinggal beliau, karena dulu sebelum bekerja aku sering ikut membantu beliau untuk mengajar anak - anak TPQ mengaji. Sehingga rasa persaudaraan yang begitu dekat mungkin bisa lebih memberiku peluang untuk bertanya banyak dan mendapat jawaban yang benar - benar sesuai syariat agama.
Satu pertanyaan telah saya utarakan, dan satu jawaban telah aku dapatkan.
Mengenai Dosa atau tidakkah pekerjaan yang saya tekuni beliau memberi jawaban " Kewajiban kamu sebagai karyawan adalah mematuhi apa yang diperintahkan oleh boss, jadi kalau urusan dengan PT itu sudah menjadi urusan boss sendiri"
Sambil menarik napas dalam dalam aku berucap "Alhamdulilah"
Sedikit banyak sudah memberi cahaya dan harapan.
Terima kasih Cak.

1 komentar:

Ketika Hati Mulai Bertanya

 Tak terasa sudah dua tahun aku bekerja di tempat ini.Suka dan duka telah aku rasakan ketika pertama kali aku berniat untuk bergabung menjadi karyawan. "Sulit" , itulah kata pertama yang aku rasakan pada saat itu, awalnya semua terasa baru dan menyenangkan ketika berkenalan dengan teman - teman baru. Hari demi hari, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun dan tibalah pada saat ini, saat dimana aku mulai merasakan hal yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Gambaran dunia kerja yang selalu aktif bekerja sama, jujur dan religius ternyata tak ku temukan disini, yang ada hanya ke egoisan, amarah, kebohongan dan ketidakadilan.
Saat pertama kali di beri tugas aku sangat taat menjalaninya, bahkan aku sangat takut jika berbuat kesalahan sedikitpun. Satu persatu semua transaksi aku masukkan sesuai data yang aku dapatkan dari lapangan. Tak taunya ternyata apa yang aku lakukan justru salah dan harus merevisinya.
"Bingung" itu yang menjadi pertanyaanku pada saat itu. Lantas aku bertanya " Kok bisa kerjaan saya salah ? padahal kan sudah sesuai dengan data yang saya dapatkan". Dan pada saat itu juga aku pun sedikit terkejut ketika aku mendapat jawaban " Data itu harus diolah terlebih dahulu sebelum kamu masukkan " dalam artian aku harus menambah jumlah transaksi lebih banyak dari data yang asli.
Aku pun terdiam sejenak. Bingung dengan apa yang saya pikirkan, akhirnya akupun terus melanjutkan pekerjaan itu. dalam hati aku berkata " Ah mungkin memang begini cara kerjanya ".
Tidak hanya diam disitu, keesokan harinya aku mulai mencari info tentang sistem pengerjaan laporan tersebut. Karena memang sungguh tidak masuk akal.
Titik terang mulai muncul ketika aku mendapat arahan agar tidak memberihukan sistem pengerjaan tersebut pada PT yang kami ajak kerja sama.Berbagai macam dugaan dan persepsi bermunculan di benakku. Dan pada akhirnya terbuat sebuah kesimpulan " Ternyata Data Tersebut Palsu dan Harus di Manipulasi sebelum dikirim kepada PT yang terkait ".
Hemmmm.......Bingung...Bingung...Bingung...
Kalau demikian berarti sama saja saya telah berbohong dan menyembuyikan keaslian data..

Astagfirulloh Al Adzim...
Lantas apakah gaji yang saya dapatkan itu halal ??????

0 komentar: